PPL Internasional: Jadi Pergi, TAPIIII……. Part 2

Akhirnya waktu itu datang juga. Malaysia im coming.

Mimpi untuk menginjakkan kaki di tanah negeri seberang itu datang juga. Serba tidak menyangka, sebab saya ini siapa, saya bisa apa, tetapi dengan segala keyakinan apapun itu bisa diraih (halah).

Cerita dimulai saja dari berangkat ke Malaysia pada tanggal 1 Agustus 2016. Dari kosan berangkat ke bandara Adisucipto Yogyakarta, Alhamdulillah semua baik-baik saja. Hari cerah, teman-teman yang ikut bersama dalam satu pesawat adalah Lutfi, Iin, Uswah, Indri, Yulia, Wilis dan Sofa. Berangkat dengan perasaan bahagia, kami naik pesawat tetapi sebelum itu sebagai anak-anak dari kampung yang baru pertama kali naik pesawat berfoto ria dulu.

Berangkat dari Yogyakarta tepat waktu ke Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Selama berada di atas pesawat kami berpisah duduk saya lupa kombinasi duduk teman-teman yang lain tetapi yang jelas saya duduk berdua dengan Lutfi. Yap, Lutfi satu-satunya teman laki-laki saya selama perjalanan.

Sesampai di Bandara Soeta dengan rasa syukur. Bersyukur berada di atas tanah lagi, mendarat dengan selamat. Kami sampai di Jakarta pagi menjelang siang. Ketika hendak terbang lagi ke Malaysia di bandara terkeren itu, KLIA, tiba-tiba saja kami terkena salah satu peristiwa bersejarah dalam dunia penerbangan Indonesia, beberapa penerbangan terkena delay sehari termasuk penerbangan kami ke Malaysia. WUADUH.

Pikiran mulai kemana-mana, jangan-jangan kami tidak jadi berangkat dan program ini akan dibatalkan. Kekacauan ini membuat kami diberi kompensasi penginapan dan makan selama sehari tetapi tetap saja kami khawatir sebab kami harus sudah berada di Malaysia sehari sebelum acara penerimaan di Kampus UPSI. Tanggal 2 Agustus 2016 kami berangkat ke Malaysia dengan perbedaan waktu satu jam lebih awal dan perjalanan sekitar dua jam di atas langit, ketika tiba di Malaysia sempat koper kami tidak ditemukan. Otomatis karena kekacauan ini kami telat menghadiri seremonial penerimaan kami oleh UPSI, meskipun telat, kami tetap dijamu oleh pihak universitas dan diserahterimakan kepada pihak sekolah terkait.

Alhamdulillah, meskipun mengalami ketidaklancaran saat proses perjalanan ke Malaysia kami tetap bersyukur. Usai menyantap jamuan yang enak-enak dan sedikit terasa aneh di lidah di seremonial penerimaan kami di kampus UPSI, kami bertujuh berpisah ke sekolah masing-masing, ada yang di Tanjung Malim dan Perak. Sekolah paling jauh yaitu si Indri di ujung provinsi Perak, saya di SMKA Slim River, Perak, Uswah dan Lutfi di salah satu sekolah di Perak juga dan beberapa kilometer dengan sekolah yang saya tempati, sedangkan Iin dan Wilis, Sofa dan Yulia berada di Tanjung Malim dekat dengan kampus UPSI. Saya sejujurnya lupa nama-nama sekolah mereka (hehehe).

 Perjalanan Ke Sekolah

Pada momen ini, kami semua sudah berpisah dan cerita akan berfokus kepada saya. Hari yang sangat panas, Malaysia sedang musim panas. Saya dibawa oleh dua orang Cikgu bernama Cikgu Mahfudz dan CIkgu Abdullah, sekilas wajah dan perawakan mereka tidak membuat saya shock sebab tidak beda jauh dengan orang-orang yang saya temui di sekitaran lingkungan hidup saya. Bahasa yang digunakanpun bahasa melayu yang tidak beda jauh dengan bahasa Indonesia. “Apa yang ingin kamu lakukan/motivasi selama di Malaysia?” Cikgu Mahfudz bertanya memulai pembicaraan saat kami berada di dalam mobil menuju sekolah SMKA Slim River dari kampus UPSI. “saya ingin belajar mengajar dan mempelajari sistem sekolah di sini” jawab saya dengan kondisi badan tidak fit sebab perjalanan yang kurang menyenangkan. “Sebagian besar sistemnya sama dengan yang di Indonesia tetapi bagus juga jika ingin belajar mengajar disini” begitu kata beliau saat itu. “B, ini anak cemerlang yang musti datang belajar mengajar disini dikirim universitasnya” kata cikgu waktu itu kalau tidak salah dia berbicara dengan cikgu Abdullah dengan bahasa melayu.

Sebelum sampai di tempat tujuan kita berhenti dulu di toko peralatan rumah tangga dan makan dulu makanan khas Malaysia. Makanan di Malaysia menurut saya tidak jauh beda, namun sebagian besar makanannya berminyak dan berkari harganya pun sekitar 3 – 5 Ringgit kalau di rupiahkan saat itu sekitar 10k sampai 15k (belum termasuk minuman).

Sesampailah kami di sekolah  SMKA Slim River, Perak. Tempat ini, menjadi tempat bersejarah dalam hidup saya dimana cinta, budaya, romantisme, keagamaan kudapat di sini. Beruntungnya diriku

PPL Internasional: Jadi Pergi Tidak Ya? Part 1

Akhirnya saya berkesempatan untuk kembali bercerita disini. Tepatnya mengenai kelanjutan praktik mengajar di Malaysia.

Sebelumnya saya bercerita bagaimana saya senang ketika diterima untuk menjadi salah satu mahasiswa yang akan belajar menjadi seorang guru di Malaysia. PPL Internasional ini mengakomodasi mahasiswa dari berbagai fakultas di UNY untuk berkesempatan mengajar di Malaysia & Thailand pada tahun 2016 kemarin. Mekanismenya UNY bekerjasama dengan Universitas-universitas yang ada di Malaysia saat itu pada tahun 2016 adalah Universiti Tun Hussein Malaysia, Universitas Teknologi Malaysia, dan Universitas Pendidikan Sultan Idris. Untuk yang di Thailand saya kurang hafal. Dengar-dengar tahun 2017 kemarin membuka kesempatan ke Filipina.

Nah, dari tiap-tipa universitas di Malaysia & Thailand inilah yang mengakomodasi tempat mengajar (sekolah), tempat tinggal, dan segala keperluan selama di negeranya. Kebetulan saya dan tujuh orang teman saya mendapat UPSI sebagai pihak akomodir selama di Malaysia nanti.

kiri ke kanan (depan): Lutfi, Wilis, Sofa, Ferry
Kiri ke Kanan (belakang): Uswa, Iin, Yulia, Indri

Proses awal keberangkatan tidak semulus teman-teman yang diakomodasi oleh universitas lainnya. Ada saja kendala sehingga membuat kami yang diakomodasi oleh UPSI menjadi bertanya-tanya. Jadi tidak ya ini?

Awal permasalahan ketika pihak universitas di Malaysia yang memplotkan sekolah untuk praktik mengajar yaitu UPSI (Universitas Pendidikan Sultan Idris) Perak, Malaysia meminta agar pihak UNY menyertakan VISA. Padahal, kawasan ASEAN sudah bebas VISA kunjungan selama 30 hari.

Sebenarnya, yang jadi masalah bukan bisa atau tidaknya VISA dibuat, tetapi waktu yang mepet untuk pembuatan VISA. Bisa-bisa kami tidak bisa berangkat karena jangka waktu PPL sudah lewat.

Pada saat itu bulan tanggal 23 Juni 2016 adalah hasil pengumuman peserta PPL internasional yang akan berangkat dan pembekalan sebelum keberangkatan (pengenalan program, bagaimana cara bertahan di negeri orang, cara membuat rpp, kelas bahasa inggris, apa itu PPL, dan terakhir ditutup dengan microteaching yang dinilai langsung oleh dosen mikroteaching) yang dilaksanakan pada 28 Juni – 1 Juli 2016 serta akan berangkat pada akhir bulan Juli.

jadwal pembekalan Pre-Depature

Hal ini membuat kami sedikit pesimis kala itu. Bukan apa-apa, proses pembuatan VISA memakan waktu kurang lebih 2-3 bulan sedangkan kami harus berangkat pada akhir Juli. Setelah dilobi-lobi oleh pihak KUIK akhirnya kamipun bisa berangkat meskipun kami telat satu-dua minggu dari jadwal yang seharusnya dan berangkat pada 1 agustus 2016.

Alhamdulillah.. perasaan lega muncul ketika kami bisa berangkat meskipun kami telat sekitar satu-dua minggu dari yang lainnya. Bersyukur adalah hal yang senantiasa kami lakukan kala itu. Namun, keberangkatan tidak mulus ini menjadi semacam awal dari masalah ketidak-mulusan lainnya. hmmmmmmmmm……

hmmmmmm………

Beberapa bulan ini, saya sedang sibuk mengerjakan skripsi. Kebanyakan skripsi saya kerjakan di wilayah imajinasi saya saja. Bagaimana bisa selesai?

Skripsi ini benar-benar membuat saya susah berkonsentrasi. Entah kenapa saya sulit menerjemahkan imajinasi saya dalam bentuk tulisan, padahal saya terbiasa membaca dan menulis.

Skripsi yang saya kerjakan sekarang kendala di metodologi yang sesuai dengan produk yang saya akan saya kembangkan, saya berkali-kali ganti metodologi yang cocok untuk penelitian kelas S1 yang sederhana saja. Yang menjadi pertanyaannya kenapa saya gonta ganti metodologi? Jelas saya kurang yakin sama kapasitas diri ini.

sumber: hipwee.com

Kurang yakinnya saya ini kurang didukung dengan tipe dosen pembimbing. Tipe dosen pembimbing saya ini tipe yang bimbingan adalah prosedur terakhir dari langkah-langkah pengerjaan skripsi. Jadi, seandainya kamu masih setengah-setengah mengerjakan, kemudian kamu konsultasi itu sama saja menambah permasalahan baru yang akan kamu kerjakan lagi. Makanya saya menghindari itu, lebih baik saya kerjakan semua dulu, baru konsultasi.

Saya seharusnya sudah lulus Agustus tahun lalu, saya telat hampir setahun. Teman-teman, jujur saya ini sedih sekali cuma sedihnya saya ini susah saya ubah menjadi gerakan untuk segera lulus. Itu karena keyakinan saya sudah sangat tipis ditambah kebingungan saya yang tak berujung.

Satu-satunya hal yang membuat saya tidak putus asa adalah harapan. Harapan saya agar bisa segera lulus, tidak apa idealisme saya tak ada disini yang penting saya bisa lulus. Persetan dengan omongan-omongan orang, pada akhirnya yang menentukan saya lulus atau tidak adalah diri sendiri.

Sibuk Ngapain?

Satu penyesalan saya selama ini adalah tidak adanya kegiatan yang berarti selama proses skripsi ini. Kesibukkan saya benar-benar membuat saya kesal setengah mati, karena tidak ada gunanya, saking tidak ada gunanya tak ada kesan di hati dan membuat saya kebanyakan tidak mengingat, kecuali saat saya sibuk membuat newsletter dan berangkat ke Korea tahun lalu.

Saya benar-benar tidak bisa menjawab apa kesibukan saya selama ini, jadi jangan tanya saya.

Target Awal Penyelesaian Skripsi

Saya benar-benar mulai mengerjakan skripsi dan hampir selesai (proposal) pada akhir februari 2018 kemarin, sampai sekarang saya sedang mengerjakan metodologi. Alhamdulillah saya sudah menemukan metodologi yang sesuai. Sampai postingan ini dibuat, saya belum menemui dosen pembimbing. Saya harap 2 atau 3 hari lagi saya bisa bertemu dosen pembimbing dan segera penelitian. aamiin..

Target saya, bulan April (sampai akhir April) ini saya melakukan penelitian awal ke Sekolah untuk mendapatkan data analisis, kemudian proposal dan produk saya di acc, selanjutnya, bulan Mei saya bisa melakukan validasi produk ke para ahli. aamiin..

Target saya untuk saat ini, hanya ini dulu, karena target ini yang masih membebani pikiran saya. Kalau saja target awal ini bisa selesai, maka hati dan jiwa ini akan terasa plong. Doakan saya!

Efek Tidak Selesainya Skripsi

Aduh. Membicarakan ini kalau bisa nangis, saya nangis sekarang juga. Efeknya lebih terasa ke psikis.

Jujur saja, karena tidak selesainya skripsi saya menjadi seorang yang menyendiri. Perasaan saya terhadap orang seperti mati, saya tidak suka bersosialisasi terhadap siapapun. Ini membuat saya memiliki sedikit teman, pun membuat canggung satu sama lain.

Merasa takut. Senada dengan lebih suka menyendiri, perasaan takut selalu melanda saya. Takut bertemu dan berbicara dengan orang lain, bahkan saya takut bertemu dengan dosen pembimbing.

Perasaan yang bergejolak. Sering kali saya merasa ketidaknyamanan ketika saya ingin segera bekerja tapi kemudian terpikirkan lagi skripsi yang belum juga kelar. Ketika saya ingin belajar yang lain, kemudian tidak bisa fokus karena terpikir lagi skripsi tersebut.

Target masa depan yang abu-abu. Semakin skripsi ini terpikir terus masa depan bagi saya terasa abu-abu, perencanaan yang sering kali rusak karena konsterasi yang terkaburkan oleh skripsi.

Harapan

Harapan saya tahun ini hanya satu. Bahwa saya dapat mengenakan Toga, orang tua sudah mulai sering menegur. Sedih, orang tua sepertinya sudah mulai terbebani. Sedih, kalau saya bisa nangis sekarang, saya mau nangis sejadi-jadinya. TAPI, harapan itu selalu ada dan akan selalu.

TUNGGU KELULUSANKU!

PPL Story (PPL Internasional) the beginning

Alhamdulillah. Akhirnya saya bisa kembali meluangkan waktu untuk menulis lagi di Blog tercintah ini. Banyak sekali kejadian selama kurang lebih beberapa bulan ini, terakhir saya menulis itu bulan Oktober kemarin, waduh.. sedih dengarnya, kebiasaan baik ini memang butuh kerja keras dan kemauan yang kuat. Well, bisa dibayangkan sudah sekitar kurang lebih lima bulan vakum menulis, pun ide menulis kebanyakan lupa dan mungkin saya akan memulai kembali blog ini dengan menulis pengalaman selama di Malaysia pada bulan Agustus yang lalu.

Setelah kemarin atau beberapa bulan yang lalu saya menceritakan tentang praktik mengajar di salah satu SMK di Yogyakarta Indonesia, (bisa dibaca disini) saya sempat menyinggung tentang kesempatan emas yang saya dapatkan, yaitu berkesempatan praktik mengajar di Malaysia selama satu bulan dalam program PPL LN atau PPL International. And, here it is.

Saya mungkin akan menceritakan dari sejak awal mengapa kesempatan ini bisa saya dapatkan. Sebenarnya, ini semua berawal dari keinginan saya untuk exchange atau aboard (tentu saja) ke luar negeri, keinginan ini benar-benar saya tuliskan dalam selembar kertas yang bernama “2016 Resolutions”. Keinginan ini saya juga ceritakan ke teman saya Catur, yap, sahabat saya ini memang luar biasa orangnya sehingga tidak ada yang sia-sia ketika bercerita ke dia. Dari bercerita itu, ternyata kami memiliki “resolusi” yang sama, timbulah semangat anak muda “KITA HARUS KE LUAR NEGERI CUY!!”.

Kesempatan pertama datang ketika Fakultas membuka “lowongan” untuk mengikuti kegiatan workshop kerjasama antar negara ASEAN di Thailand, lowongan dibuka hanya untuk dua orang saja, satu orang di program studi Pendidikan Teknik Informatika dengan dan satu orang lagi untuk program studi Pendidikan Teknik Elektro dengan spesifikasi menguasai bahasa pemrograman C. Secara otomatis saya mengabarkan ke Catur bahwa ada lowongan seperti ini, daftarlah kami. Kami memasukkan beberapa berkas ini itu, sampai pada tahap terakhir yaitu wawancara, dan usai wawancara menunggu waktu apakah diterima atau gugur.

Waktu berlalu, hingga kemudian pada jam mata kuliah di dalam ruang kelas, Catur mendapatkan pemberitahuan dari humas Fakultas bahwa dia lolos untuk mengikuti workshop di Thailand bersama seorang dari program studi Pendidikan Teknik Mekatronika. Saat itu, saya antara senang dan sedih. Senang karena teman saya akhirnya lulus dan sedih karena saya gugur saat itu. Hal ini sebenarnya tidak terlalu membuat saya kecewa karena chance antara saya dengan catur itu 50:50 dalam artian saingannya, yah, kami berdua saja. Hahaha. Maka saya ucapkan selamat kepadanya dan mengikuti, menanyakan, mengetahui segala prosesnya sampai dia benar-benar ke Thailand waktu itu. Selamat Cuy! Catur sudah bisa membuktikan resolusi yang dibuatnya, tapi kurang saya hingga kata-kata “KITA” HARUS KE LUAR NEGERI belum lengkap.

Beberapa hari kemudian, muncul kembali chance atau kesempatan kedua untuk ke luar negeri, yaitu Praktik Mengajar di Malaysia, sebenarnya di resolusi yang telah dibuat, saya sudah menuliskan ini, namanya PPL Internasional. PPL Internasional ini diadakan dua kali recruitment, oleh pihak Fakultas (bekerjasama dengan hanya satu university di Malaysia dan hanya mengambil mahasiswa dari Fakultas saja) dan Universitas (bekerjasama dengan beberapa unveristas di Malaysia dan mengambil mahasiswa dari beberapa fakultas).

Pertama kali dibuka recruitment oleh pihak Universitas, saya mengurus berkas dan mendaftar langsung saat itu. Dari beberapa yang daftar, Alhamdulillah saya lulus tahap administrasi, yang artinya saya akan lanjut ke tahap wawancara. Saya sangat deg-degan dengan tahap ini, karena akan langsung bertatap muka dengan para professional juga saat itu ada professor di bidang Pendidikan, yang berarti saya akan ditanyakan mengenai konsep pendidikan, bagaimana menjadi guru yang baik, dan lain sebagainya. Sebelum hari dimana wawancara itu tiba, saya kemudian berdiskusi ke Catur. Selayaknya seorang sahabat yang baik hatinya, semua hal yang dia ketahui dia share ke saya, sampai dia bahkan menceritakan pengalaman dan logikanya dalam berwawancara. Misalnya gini, dalam berwawancara point paling penting adalah mengenali “medan”, kita harus tau banyak tentang informasi apapun mengenai program tersebut, bisa visi misi, tujuan atau alasan kenapa ada program itu, selanjutnya jujur dengan apa adanya kita, apa yang bisa dilakukan dan tidak, usahakan jangan gugup dan jawab dengan keyakinan.

Sampai tibalah waktu untuk wawancara, dengan penuh keyakinan saya menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan pewawancara, saat itu yang mewawancara saya ada dua orang, satu dari pihak kantor urusan kemitraan dan satu lagi dari dosen senior dalam praktek mengajar. Well, mungkin tidak perlu terlalu banyak saya menjelaskan, yang jelas saya mencoba menjawab dengan keyakinan dan perasaan yang sungguh-sungguh, namun, saat keluar dari ruangan, entah ada efek apa, kurang percaya diri, saya malah tidak bersemangat dan putus asa dengan hasilnya nanti.

Keputusasaan saya ini benar-benar membuat saya tidak yakin dengan hasilnya nanti, sampai akhirnya saya mencoba bangkit mengikuti lagi program yang sama namun kerjasama dari pihak Fakultas. Yaps, saya mengumpulkan berkas ini itu, sampailah saya pada tahap wawancara dan test microteaching, seperti biasa, saya lakukan dengan sungguh-sungguh dan berharap dapat lolos seleksi.

Tiba waktunya pengumuman. Pengumuman pertama dari pihak yang kerjasama dengan fakultas, saya dinyatakan tidak lolos, dari situ saya kecewa.. dan lumayan bikin galau, sampai akhirnya muncul pengumuman dari program PPL International dari kerjasama antar universitas saya dinyatakan lolos. Alhamdulillah.. karena kesempatan emas ini tidak semua mahasiswa bisa mendapatkannya, hanya orang-orang tertentu saja sehingga perasaan kecewa tadi berubah menjadi perasaan yang bahagia banget, saat itu juga saya kabarkan ke mama papa, mereka ikut senang. Saya harus berterima kasih kepada seorang Catur atas short course bermanfaatnya ya! Haha, dan sebentar lagi KITA HARUS KELUAR NEGERI tahun ini (2016) akan menjadi nyata!

Berangkat ke Malaysia, mengajar, menuntut ilmu, mengembangkan diri selama satu bulan di Negara tetangga tinggal di depan mata. Namun, ternyata tidak semulus apa yang dikira, dari proses pemberangkatan sampai di Negara tetangga tersebut ada saja peristiwa lucu yang bikin ngakak kalau dikenang. Tunggu tulisan selanjutnya ya! 😀

PPL Story

hallo guys. well, menindaklanjuti tulisan sebelumnya tentang PPL, saya telah memberitahu tentang lokasi PPL saya, tapi tulisan kali ini saya ingin bercerita tentang proses saya selama PPL, dari observasi, mengajar, kejadian aneh, hingga saya mendapatkan kesempatan emas yang luar biasa.

Observasi

observasi ini dilakukan dengan kita sebagai mahasiswa PPL mengunjungi sekolah melihat kondisi sekolah hingga mengikuti proses pembelajaran dalam kelas. Setiap mahasiswa diberikan seorang guru pembimbing yang akan menjadi “persona” selama berada di sekolah. waktu itu (lupa tanggalnya) saya melakukan observasi ke kelas yang menjadi tempat mengajarnya guru pembimbing kalau tidak salah waktu itu sedang pembelajaran pemrograman web. nah, disini adalah kesempatan saya untuk melihat secara langsung bagaimana cara mengajar seorang guru, sebelum saya dilepas untuk mengajar seorang diri nantinya.

tidak terlalu ada hal yang aneh, namun, sikap anak-anak yang kurang memperhatikan, sibuk sendiri dengan mainannya, menjadi pemandangan kurang mengenakan bagi saya, sekilas membatin “well, guru senior saja kurang didengarkan, apalagi saya guru muda yang masih bau kencur ini“. dari hasil observasi di dalam kelas itu saya bisa menemukan gambaran bagaimana cara memulai pembelajaran, menyampaikan materi, mengelola kelas, menutup pelajaran, hingga karakteristik siswa siswinya.

Observasi Proses Pembelajaran
Observasi Proses Pembelajaran

Selain observasi untuk melihat kondisi sekolah dan pembelajaran disana, juga perlu untuk konsultasi dengan guru pembimbing, guru pembimbing yang baik adalah rezeki yang sangat bagus, kebetulan saya sedang diberi rezeki tersebut. well, konsultasi berupa pelajaran apa saja yang bisa saya ajarkan yang sesuai dengan skill saya. Selain itu, juga saya selalu “memanfaatkan” guru pembimbing saya dengan cara selalu feel curious terhadap segala hal tentang pembelajaran, bagaimana cara menyiapkan administrasi mengajar, bagaimana cara mengelola kelas, hingga curhat mengenai murid yang kadang tidak patuh, yaa.. mumpung sedang bersama guru pembimbing yang sudah punya pengalaman mengajar puluhan tahun.

Mengajar

Mengajar, ah, kata hanyalah kata, banyak kata yang dimaknai berbeda, apalagi perempuan, #oopss bahasanya mengajar, namun saya lebih banyak belajar, proses mengajar disini memang semacam latihan langsung ke lapangan, langsung ke murid-murid, yang sebelumnya berlatih kepada teman-teman sebaya yang pura-pura lugu jadi murid (Microteaching). waktu itu, saya mengajar tiga mata pelajaran yaitu Pemrograman Dasar, Perakitan Komputer, dan Kerja Proyek dengan empat kelas.

Kejadian Aneh

Banyak kejadian-kejadian aneh yang saya rasakan ketika mengajar, mulai dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang sangat tidak sesuai. lucu banget, memang guru itu perlu punya rencana cadangan, dari sekian banyak RPP yang saya buat, tidak ada sama sekali yang sesuai 100% runtunan dari rencana tersebut. then, as a curious guy, saya mengeluhkan ini ke guru pembimbing. “bu, mohon maaf, saya mengajar tidak sesuai dengan rencana, kadang mereka belum bisa paham sampai sejauh rencana ini bu, jadi saya buat tugas yang tidak sesuai rencana awal” kata saya.

lalu ibunya menjawab “iya mas, memang seperti itu mas, tidak usah terlalu berpatok dengan RPP“. well, seperti itu lah, fakta di lapangan memang tidak selalu sesuai dengan apa yang rencanakan dan diharapkan, namun, setidaknya selalu ada rencana dan alternatif ketika mengajar.

Kejadian aneh selanjutnya adalah siswa yang tahu kalau saya dari luar jawa waktu perkenalan, salah satu siswa mengolok saya dengan bahasa jawa, dengan kata ASU, well, emang dasar siswa polos, dikiranya saya tidak tahu bahasa itu, itu artinya GANTENG kan? terima kasih. eh, loh? sorry, maksudnya itu memang bahasa kotor, yang tidak pantas diucapkan oleh seorang siswa ke guru, namun, memang namanya juga murid yang polos, saya beri tahu kalau i know that shit. maka dia diam.

ada lagi hal aneh? ada, nah, ini yang lumayan aneh, ada seorang siswi yang mengatakan bahwa saya mirip mantannya, mulai dari situ dia selalu menyapa dan memandang, hmmm.. ah sudahlah, intinya seperti itu, yang ada saya malah kesal, karena sudah ada sekitar 4- 5 cewe yang mengatakan bahwa saya mirip muka mantannya. takut banget itu jangan-jangan setan yang nyamar jadi saya.

PPL Internasional

nah, ini kesempatan emas yang belum sempat saya ceritakan, pengalaman yang luar biasa, Alhamduillah saya diterima menjadi salah satu mahasiswa yang berkesempatan untuk praktik mengajar di luar negeri tepatnya di Malaysia. Selama dua minggu mengajar di Indonesia, saya bertolak ke Malaysia selama sebulan dan kembali lagi ke Sekolah di Indonesia melanjutkan PPL selama dua minggu lagi. saya ingin menceritakan ini dalam part selanjutnya, saya harap saya benar-benar menuliskannya. hehehe..

Oke, thats all about PPL Story, singkat memang, karena saya kebanyakan lupa, karena memang sudah 3 atau 4 bulan yang lalu, sebenarnya niat awal saya, saya ingin menulis setiap seminggu/perhari sekali tentang pengalaman saya menjadi guru tersebut, tapi yaah, apa daya waktu sudah berlalu. aahhh.. saya harap saya bisa lebih rajin menulis lagi supaya tidak ada hal-hal yang terlupa seperti ini.

PPL & KKN Story (The Beginning)

Tidak terasa saya sudah semester 6 menuju semester 7, kalau di Universitas saya ini disebut dengan semester khusus, semester pendek dimana mahasiswa sedang sibuk-sibuknya KKN (Kuliah Kerja Nyata) dan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). KKN artinya melakukan pengabdian langsung ke masyarakat sedangkan PPL turun langsung ke lapangan ( Sekolah) untuk praktik mengajar. Tidak seperti biasanya, tahun ini KKN & PPL dilakukan bersamaan selama dua bulan, jadi mahasiswa melakukan PPL dari senin hingga Jumat dilanjutkan dengan KKN dari Jumat Sore hingga Minggu malam.

Padahal, biasanya di semester khusus, PPL dilakukan selama sebulan full dan dilanjutkan dengan KKN sebulan full juga. Sebenarnya, dipengumuman awal dalam surat resmi pemberitahuan Universitas, bahwa KKN semester khusus dilakukan selama satu bulan full begitu juga dengan PPL. Tapi, tiba-tiba diumumkan, mengumumkan bahwa untuk semester khusus KKN & PPL dilaksanakan secara bersamaan yang tempat KKN nya tidak jauh dari tempat PPL.

Tentu saja itu membuat sebagian mahasiswa atau mungkin semua mahasiswa yang mengambil semester khusus keberatan, jauh dari harapan sebelumnya, membuat mahasiswa sedikit kecewa, apa bedanya semester khusus dengan semester genap/ganjil? Kemudian, capeknya pasti sangat, apalagi dalam ketentuan KKN, mahasiswa diharapkan “Tetap Aktif” untuk turun ke masyarakat ketika dibutuhkan meskipun dihari-hari aktif melakukan PPL. Nah, loh?. Tapi, mahasiswa bisa apa? Kadang mahasiswa itu bukannya tidak manut dengan sistem, tapi sistem yang serba kepepet & terburu buru membuat mahasiswa tidak bisa melakukan apa-apa selain manut.

Tetapi, saya manusia dengan pikiran yang selalu positif, banyak hikmah yang bisa didapatkan dari ini, dari pihak univ pun memberikan keringanan jam kerja untuk KKN maupun PPL. Yaaahh.. istilahnya everything has a price lah. Tidak ada yang serba sempurna, selalu ambil hal-hal positif dari setiap kejadian.

Well, itu sedikit pembuka dan review tentang KKN & PPL. Cukup, saya sudah tidak mau memperpanjang cerita tentang sistem, karena saya tidak terlalu ahli, saya menyampaikan secara gamblang sesuai yang dirasakan mahasiswa secara umum, tentang apa yang terjadi di dalam sistem sendiri saya membatasi diri untuk berkata-kata karena memang saya tidak benar-benar tahu. Mungkin ada sesuatu yang jauh dari pandangan mahasiswa, yang bisa memandang hanyalah Pejabat & Dosen. Stay Positive !

Well (again), sebenarnya, saya tidak ingin bicara sistem tapi saya ingin bercerita tentang KKN & PPL saya sendiri, haha. Dari mulai proses saya menentukan tempat saya PPL dan kaget dengan tempat KKN saya dimana. Oke, let’s begin the story.

Andi Ferry Rahman PPL dimana?

Sebelum tau saya PPL dimana, alangkah baiknya saya menceritakan proses saya mendaftar PPL karena sesuatu yang agak aneh terjadi saat proses mendaftar PPL. Oke, proses mendaftar PPL tidak rumit sih simple banget, masuk ke webnya, dan silahkan pilih daftar sekolah yang disediakan.

Oke, mari ke bagian anehnya. Saking banyaknya traffic mahasiswa yang melakukan pendaftaran, tiba-tiba server down. Dan yang paling aneh adalah, pemilihan sekolah ini dilakukan secara “rebutan” dengan batasan kuota, itu adalah salah satu alasan banyaknya traffic dihari dan waktu yang sama sehingga server down. Tidak ada sosialisasi daftar sekolah dan tidak punya gambaran sekolah yang akan dijadikan tempat PPL. Antar kelas pun tidak ada plot-plot-an ingin ke sekolah apa dan dimana, semua serba rebutan dan memikirkan diri masing-masing.

Waktu pendaftaran PPL itu saya sedang berada di Lombok, tidak ada internet yang memadai, saya meminta bantuan teman saya untuk share internetnya. Susah. Iya susah banget, saya tidak suka rebut-rebut-an, waktu saya login pertama kali untuk daftar, daftar sekolah masih banyak, tapi beberapa saat kemudian banyak sekolah yang ludes, habis kebakar semangat mahasiswa lain yang PPL. Waduh.

Oke, saat itu juga saya berpikir cepat, saya berpikir bahwa saya harus punya teman senasib, satu penjurusan, saat itu juga tiba-tiba Bisma share sekolah yang dia pilih. Fer, Aku di SMK MUH 3 mau barengan endak? Bisma bilang, sayapun sedikit basa basi emang disana ada pelajaran Web? (saya berkeinginan untuk mengajari web) Bisma balas Ada Fer, katanya mbak Osy bagus di SMK MUH 3 dengan tanpa basa basi saya langsung login lagi secara cepat, untuk kesekian kalinya saya merasakan ketidaksukaan saya terhadap hal yang bersifat rebutan. Alhamdulillah, SMK MUH 3 masih ada. FIX !

Saya melanjutkan liburan ke Lombok dengan perasaan lega, meskipun saya tidak tahu nantinya bakal seperti apa jadinya waktu itu, ah, sudahlah yang penting saya sudah memilih sekolah dengan seorang teman senasib dan sejurusan dengan saya. Untuk proses saya selama melaksanakan PPL dari observasi hingga bertemu guru pendamping saya selama di sekolah yang menyenangkan akan saya share di postingan selanjutnya !

Andi Ferry Rahman KKN dimana?

Untuk KKN, tidak ada pemilihan tempat KKN online seperti PPL tapi kemarin itu khusus semester khusus harus cepat-cepatan karena menggunakan dua shift tapi ya itu awalnya waktu semester khusus dibilangnya satu bulan full. Oke, stop singgung itu lagi. Ah, pendaftaran KKN tidak ada masalah pokoknya.

Tiba saatnya pengumuman penempatan letak KKN. Oke, sebelum saya lanjut, pemikiran saya tentang KKN semester khusus adalah saya berada di sebuah pedalaman, desa yang sangat membutuhkan pikiran dan tenaga fresh dari mahasiswa. Tapi, karena KKN & PPL bersamaan dan tempat KKN tidak jauh dari tempat PPL, maka pemikiran itu bisa dibuang jauh-jauh. Karena saya PPL di Kota, maka saya dapat posisi KKN di Kota pula, tepatnya di Giwangan, Umbulharjo. Waktu itu dalam daftar nama-nama dalam kelompok saya ada sekitar 10 orang dengan berbagai macam program studi, hanya saya sendiri yang memiliki program studi Pendidikan Teknik Informatika artinya saya tidak punya teman satu program studi, tapi saya memiliki beberapa teman satu PPL, malah saya merasa senang jika saya tidak memiliki teman yang saya kenal waktu itu.

Well, untuk proses saya selama ber-KKN dari pembekalan, observasi, ketemu lurah, ketemu RW, ketemu RT, ke kantor Kecamatan, menyusun program sampai kenyataan pahit yang harus saya rasakan. Akan saya share ke postingan selanjutnya !

Oke, that’s all for today, saya hanya ingin menceritakan proses mendaftar hingga saya ditempatkan dimana, sebenarnya it’s a lot if thing, Cuma agar ceritanya bisa sampai ke pembaca, saya potong bagian yang tidak penting tapi tidak merubah makna yang ingin saya sampaikan. Haha.

Stories From The Sky (Part 3/3)

Stories From Strangers

Dulu, saya lupa tahun dan tanggalnya, waktu itu saya berada di pesawat dari Dompu ke Bali. Saya duduk berdampingan dengan warga negara asing. Kenapa saya tahu warga negara asing? Ah, tau sendiri lah. Dia adalah bule berkulit putih, berambut pirang dan memakai kaos sedang memegang atau membaca buku yang saya lupa judul bukunya apa. Kemudian, dengan keberanian dan motivasi untuk belajar bahasa inggris saya bercakap cakap dengan orang ini. Sampai saat ini saya masih ingat nama dan asalnya.

Oke, bule ini namanya adalah Douglas dia dari Afrika Selatan, sejenak saya tidak habis pikir karena dia berkulit putih namun asalnya dari Afrika Selatan, sejak saat itu saya buyarkan seluruh pikiran bahwa orang-orang Afrika itu kulitnya hitam-hitam semua, sama seperti pemikiran awal saya tentang NTT. Kemudian dia hanya lah orang baru yang benar-benar datang untuk surfing di Pantai Lakey, pendapatnya tentang Lakey, dia senang sekali ke sana, dan saya ceritakan tentang Gunung Tambora, dia terkesan biasa saja karena memang dia tidak suka naik gunung.

Douglas memang kurang bagus menanggapi setiap pertanyaan saya, dia terkesan pasif dan menjawab seolah-olah ingin mengakhiri percakapan, saya berpikir untuk segera saja mengakhiri percakapan, oke hanya begitulah percakapan saya dengan Douglas.

Selanjutnya, waktu saya berangkat dari Bali ke Jogja, saya bertemu sepasang suami istri yang baru pulang dari Australia menjenguk anaknya yang kerja disana. Mereka menceritakan bahwa anaknya cerdas bisa lulus S1 Teknik Komputer AMIKOM Jogja selama 3,5 tahun sekarang diterima kerja di Australia. Ah, kemudian saya berpikir bahwa hanya inilah yang diharapkan orang tua, membanggakan anaknya ke orang lain dan dunia. Dari situ, detik itu juga, muncul motivasi saya untuk menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh orang tua, agar ketika orang tua saya naik pesawat dan ketemu stranger bisa melakukan hal yang sama dengan orang tua yang baru pulang dari Australia tersebut ke saya saat itu. Mom, keep prayin’ for me insya Allah I’ll become the good one.

Nah, cerita ini mungkin yang terakhir yah, soalnya ini percakapan paling berkesan saya selama di atas pesawat. Waktu itu perjalanan saya dari Dompu ke Bali. Nah, saya duduk berdampingan dengan orang asing lagi. Orang asing yang ramah.

551d93d2b3bb9e3c55853fdc-couple-plane-conversation
sumber : sarcasmsociety.com

Saya duduk bersama dia, kemudian saya mencoba mulai percakapan, sebelumnya saya tanya apakah dia bisa bahasa Indonesia? Ternyata dia tidak bisa. Fix, oke saya bisa mempraktekkan bahasa inggris saya yang pas-pasan. Saya bercakap dengan dia, anehnya, saya malah belajar bahasa inggris, dalam arti, dia memperbaiki ucapan saya dan maksud saya. Sehingga, membuat saya teriak AAAHHH !! that’s what I mean !! . Selama satu jam perjalanan dari Dompu ke Bali, saya hampir tidak pernah putus bercakap dengan dia. Perbincangan selama satu jam dengan orang asing (native) sangat asyik saya rasakan.

Dia menceritakan segalanya. Namanya adalah Michelle asalnya dari Australia Selatan dia bekerja sebagai Tukang Cat datang ke Dompu untuk berlibur menikmati Pantainya, dia berlibur ke Dompu karena anak-anak dan istrinya sedang berada di Jerman, dia berpikir dari pada sendirian, memikirkan anak dan istri di rumah, dia memilih untuk berlibur ke Dompu.

Istrinya bernama Natali bekerja sebagai seorang guru untuk siswa berkebutuhan khusus, istrinya orang jerman ketemu di Bali 15 tahun yang lalu. Dia sekarang di karuniai dua orang anak namanya Jacob & Mila yang masih Sekolah Dasar. Kenapa namanya Jacob karena itu adalah nama yang diberikan istrinya sesuai dengan budaya Christ di Jerman. Mila adalah nama tempat mereka berkencan di Belanda. Jacob adalah seorang laki laki yang pandai berenang sedangkan Mila adalah seorang perempuan yang senang bermusik. Kemudian, dia dengan senang hati menunjukan foto-foto & Video anak dan istrinya melalui Iphonenya ke hadapan saya . Wow, what a happy family I said

Yeah, semua informasi itu saya dapatkan tanpa saya tanya, dia ceritakan semua, dan saya juga dengan senang hati menceritakan segala hal tentang saya termasuk kenyataan bahwa saya anak kedua, kenapa nama kakak saya Fuad Adi Pradana, Kenapa nama saya Andi Ferry Rahman dan kenapa nama adik saya Abudzar Al-Gifari. saya juga menceritakan semua.

Kemudian lanjut pada bagian dimana perbincangan kami kearah yang lebih kebapak-bapak-an, si Michelle ini, dia curhat bahwa dia sangat menyayangi istri dan kedua anaknya, dia rela melakukan apapun untuk mereka. Bagi dia, Pendidikan untuk anak-anaknya adalah yang utama dan terutama, dia juga mengatakan bahwa saya harus bersyukur karena orang tua yang berkecukupan untuk membiayai saya sampai kuliah. Dan masih banyak lagi cerita saya dengan Michelle itu, bayangkan saja kami berbincang tanpa henti selama satu jam. Haha.

Mungkin itu saja cerita dari atas langit, ah, saya lupa, satu lagi, saya benar-benar tidak berani berbincang dengan wanita muda stranger disamping saya, saya takut dikira yang macam-macam, sampai saat ini saya belum berani.

Finish

Stories From The Sky (Part 2/3)

Ketegangan di Pesawat

Hujan deras sekali, Dompu hampir tidak ada matahari dan bintang. Dompu sendu sekali, hampir selama seminggu di Dompu hujan selalu turun grimis maupun deras, seperti sedang mentangisi sesuatu. Siapakah yang sedang kau tangisi? Saya membatin. Oke, jadi sebenarnya ini merupakan cerita kelanjutan sepulang saya dari Lombok. Waktu itu, saya memutuskan untuk singgah dulu di Kampung halaman tercinta.

cerita waktu di lombok

rain-07
sumber : efdreams.com

Selama seminggu di Dompu. Tidak ada hal yang saya lakukan selain bersama keluarga, ah, saya kangen sekali dengan mama, papa, dan semua keluarga di Dompu. Tik tok tik tok, waktu berjalan terus sampai saya sadar saya telah menjamur di Dompu, nothing to do, semua deadline dan semua tanggung jawab tertunda, saya memutuskan sudah seharusnya saya balik ke Jogja saja.

Tidak seperti biasanya, tiba-tiba dihari kepulangan saya cuaca di Dompu cerah, cerah sekali, seakan mendukung saya untuk segera menyelesaikan segala deadline & tanggung jawab. Well, perjalanan dari rumah saya (Dompu) ke bandara di Bima itu sekitar satu jam setengah. Perjalanan yang menyenangkan dengan music dan hangatnya dekapan mama menemani perjalanan.

Sampai di Bandara, pamitan dengan mama, semua oke, masuk ruang tunggu, pesawat datang, oke fix. Naik pesawat dengan tujuan Bali, duduk bersama bapak berkulit coklat berjaket kulit bertopi hitam, ah, pasti ini orang Dompu. Oke, bye bye Dompu, ritual saya ketika take off dari tanah Dompu adalah, air mata yang tiba-tiba jatuh dengan sendirinya.

Perjalanan dari Dompu ke Bali membutuhkan waktu sekitar satu jam. Selama 15 menit perjalanan aman-aman saja, cuaca bagus, alam cerah, tetapi ketika di atas langit, tiba-tiba semua gelap. Gelap. Gelap. Gelap. Cuaca buruk terjadi tiba-tiba, saat kami berada diatas langit. Turun? Tentu tidak bisa.

Pesawat berbunyi (Duaar) seperti menabrak sesuatu, manusia di dalam pesawat tergoncang goncang, bayi di dalam pesawat menangis sejadi jadinya well, that’s really horrible. Saya? Saya waktu itu merasakan ketegangan yang amat sangat, ketegangan saya menjadi jadi ketika Pramugari memberikan pengumuman dengan suara lirih dan tegang kepada penumpang Penumpang yang kami hormati karena cuaca sedang buruk harap kencangkan sabuk pengaman anda. Selama berkali kali naik pesawat, saya baru mengelami situasi seperti itu. Penerbangan terasa lama sekali. Dalam hidup saya, baru kali itu pula, saya merasakan bagaimana dekatnya saya dengan kematian.

airplane-cabin
sumber : community.sprint.com

Saya sudah mulai membayangkan betapa saya sayang orang tua saya, apa yang sudah saya lakukan selama hidup ini, ah, saya belum mau mati, benaran, saya belum mau mati, masih banyak tugas dan cita-cita yang ingin saya raih. Semua terbayang seoalah-olah saya benar-benar akan mati. Kemudian, saya melihat di jendala cuaca sudah kembali terang, dan pengumuman untuk landing pun diumumkan. Alhamdulillah, ketegangan saya pun perlahan turun dan sepanjang perjalanan menuju ruang transit saya terus menerus mengucapkan syukur.

tapi, yang sampai sekarang masih membuat saya bingung adalah bapak orang Dompu sebelah saya yang dalam situasi seperti itu, masih bisa ngorok. ah, orang Dompu seperti dia mungkin sudah mengalami situasi yang jauh lebih menegangkan dalam hidupnya.

Berlanjut di Part 3

Stories From The Sky (Part 1/3)

Hello ! well, welcome again (after a few madafakin months) hahahaha.
Banyak kisah dan banyak cerita yang sangat menyenangkan maupun menyedihkan. Beberapa bulan dari awal tahun hingga bulan july ini. Sampai-sampai saya bingung harus mulai darimana. Terpaksa beberapa kisah tidak saya ceritakan karena saya lupa. Sh*t.

Oke, saya ingin memulai lagi blog saya dengan kisah saya selama berada diatas langit. Loh? Mas, mas, maksudnya gimana yah? kok sok keren gitu? Oke shut the … up. Well, maksudnya adalah cerita selama saya berada diatas langit atau saat berkendara dengan pesawat terbang. Dari mulai saya berkeliling keliling diatas langit karena padatnya lalu lintas bandara. Benar, tidak hanya bus/kapal laut yang bisa padat lalu lintasnya tapi pesawat juga. Kemudian, pesawat yang saya tumpangi mengalami turbelensi tergoyang goyang hebat sehingga terjadi ketegangan yang luar biasa diatas langit, sampai cerita tentang saya yang mencoba bercakap dengan penumpang asing baik pribumi maupun tourist. Ok ! let’s begin the stories !

Berkeliling-keliling diatas langit

Well, ini adalah cerita saat saya berangkat ke Jogja dari Dompu tahun 2015 (kalau tidak salah). Pesawat dari Bandar Udara Sultan Muhammad Salahudin Bima ke Bandara Ngurah Rai lancar jaya kurang lebih selama satu jam, Alam mendukung, cuaca bagus dan Alhamdulillah, all is well. Sampai dimana tiba saatnya saya akan berangkat ke Bandara Adi Sucipto Yogyakarta dari Bandara Ngurah Rai Bali (eh, sedikit membingungkan ya? Ah, bodo amat, hahaha !) yang memakan waktu sekitar satu jam pula.

Saat itu, Saya duduk di pinggir jendela pesawat, jadi saya bisa melihat keindahan Indonesia dari atas langit melalui jendela itu. Selama perjalanan tidak masalah sih, tidak masalah, tidak masalah, tidak masalah, sampai-sampai saya sadar, loh? Kok pemandangannya gini gini saja yah dibawah? Saya lihat jam, harusnya ini sudah mendarat 30 menit yang lalu. Kemudian muncul lah pengumuman dari pihak cabin bahwa dikarenakan padatnya lalu lintas pesawat di Bandara Adi Sucipto pendaratan pesawat ditunda beberapa menit (saya lupa tepatnya ucapan pramugari cantik itu, tapi yah, kurang lebih seperti itu).

Kemudian saya sadar, oh, jadi dari tadi saya keliling-keliling yah? wtf, berarti kalau lalu lintas pesawat padat, maka pesawat mau tidak mau harus keliling-keliling diatas langit, yaaaa.. anggap saja bonus komedi putar cuma kurang musik kanak-kanaknya.

Berlanjut di Part 2